Category: dakwah amaliyah


Sudahkah Anda Membaca Al-Quran 
Hari ini ?
Membaca al Qur’an adalah kebiasaan
yang
wajib bagi generasi emas pada zaman
Rasulullah SAW masih
hidup.
Membaca al-Qur’an sudah menjadi
menu utama Sahabat Rasulullah SAW
dimasanya karena itulah salah satu
rahasia generasi emas umat muslim
saat itu. Sedangkan jika menilik umat
Islam sekarang ini al Qur’an hanya
dijadikan benteng fatwa-fatwa aneh
yang dikeluarkan MUI (Majelis Ulama
Indonesia)
seperti menghalalkan film-film yang tak
patut
ditonton dan sebagainya.
Kemungkinan tahun ini, MUI juga akan
mengeluarkan
fatwa haram guna
mengharamkan BBM
bersubsidi bagi rakyat Indonesia.
Sungguh berbanding terbalik nasib al
Qur’an saat ini jika dibandingkan
dengan masa emas umat Islam
dahulu.
Kini al Qur’an hanya dijadikan symbol
saja seperti :
–Sumpah
Dalam pelantikan entah
itu Presiden, wakil rakyat al Qur’an
hanya
menjadi symbol saja
dalam pelantikan tersebut. Inilah
gambar
sumpah pada saat
pelantikan Presiden atau Menteri Pada
gambar terlihat jelas bahwa al Qur’an
terletak dibelakang
orang yang dilantik saat
itu dan tidak menghadap kepada
wajahnya.
Maka percuma saja
sumpah jika membelakangi al
Qur’an,Patutkah al Qur’an dibelakangi ?
ini salah satu pembangkangan
kepada al Qur’an
tersebut. Mereka
bersumpah dengan
menggunakan al Qur’an
tetapi tidak menjalankan aturan
yang ada pada al Qur’an tadi
“Naudzubillah” dan
banyak pula fakta yang
sudah terpampang
jelas saat ini. Dimulai
dari korupsi, suap
menyuap antar aparatur hukum dan
juga Presiden yang hanya peduli pada
kekuasaannya saja.
–Tilawah dan Khatam al Qur’a
nKebanyakan dari mereka yang sudah
pandai membaca al Qur’an dengan
tilawah dan tartil merasa cukup bahwa
mereka sudah
membaca al Qur’an
dengan keindahan suara
yang mereka miliki
bahkan lomba tilawah ini
diperlombakan dari
tingkat yang paling kecil
yakni Pedesaan hingga
tingkat yang tinggi
yakni tingkat Internasional.
Sungguh berbanding terbalik dengan
keadaan pada generasi emas umat
Islam dahulu.
Generasi emas umat Islam dahulu
sangat
bersungguh mempelajari al Qur’an
yakni lebih pada
tingkat penerapan al
Qur’an pada kehidupan
mereka maka pantaslah
Allah SubhanahuWata’ala
selalu memberikan
kemenangan pada
mereka walaupun
jumlah mereka saat itu
sedikit jika dibandingkan
umat Islam yang
sekarang yang lebih
banyak.
Perbedaan umat Islam sekarang yakni
jika umat Islam dahulu lebih
mengutamakan penerapannya
daripada
sekedar tilawah saja
dan sebaliknya. Dan
juga jika membahas Khatam al Qur’an
umat Islam dahulu lebih suka meng-
khatam al Qur’an
dengan secara langsung
menerapkannnya
pada kehidupan sehari-hari sedangkan
jika
menilik umat Islam
sekarang sehari-harinya
mereka menghafal
tanpa menerapkannya.
Itulah perbedaan umat
Islam pada zaman
emas dan zaman
sekarang maka
manfaat membaca al Qur’an yang
dapat Penulis simpulkan yakni:
1. Dapat meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan
2. Dapat menjadi bahan
renungan (muhasabah) disaat
berbahagia maupun bersedih
3. Menjadi pengingat akan kebesaran
Allah
4. Menjadi sebuah
pedoman dalam
menjalani kehidupan sehari-hari
5. Menjadi hujjah dalam ghazwul fikr
saat ini
6. Menjadi amal shalih
7. Sebagai motivator
tersendiri Itulah manfaat membaca al
Qur’an yang saya rasakan selama ini
mudah-mudahan antum
dapat mengambil
hikmah dan mengimplementasikannya
dalam kehidupan
sehari – hari.
Ayo Kita teladani dan Turuti Generasi
Emas Islam dahulu sebagai yg Contoh
kita agar Generasi Islam Sekarang layak
Menjadi Generasi Islam Emas sebelum
Akhir Zaman
Silahkan dibagikan ya Lalu Tag
Temanmu dan Ambil Hikmahnya dan
Ambil Sisi Baiknya

……..*..lovel…*
…..*..lovelovelo…*
…*..lovelovelove….*
..*.lovelovelovelove…*…………….*….*
.*..lovelovelovelovelo…*………*..lovel….*
*..lovelovelovelovelove…*….*…lovelovelo.*
*.. lovelovelovelovelove…*….*…lovelovelo.*
.*..lovelovelovelovelove…*..*…lovelovelo…*
..*…lovelovelovelovelove..*…lovelovelo…*
…*….lovelovelolovelovelovelovelovelo…*
…..*….lovelovelovelovelovelovelov…*
……..*….lovelovelovelovelovelo…*
………..*….lovelovelovelove…*
……………*…lovelovelo….*
………………*..lovelo…*
…………………*…..*
………………….*..*

1. Jangan berduaan dengan pacar di tempat sepi, kecuali ditemani mahram dari sang wanita (jadi bertiga)

“Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya…”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu’ah Al Manahi Asy Syari’ah 2/102]

“Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya“ (HSR.Tirmidzi)

2. Jangan pergi dengan pacar lebih dari sehari semalam kecuali si wanita ditemani mahramnya

“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [HR Bukhori: 1088, Muslim 1339]

3. Jangan berjalan-jalan dengan pacar ke tempat yang jauh kecuali si wanita ditemani mahramnya

“…..jangan bepergian dengan wanita kecuali bersama mahromnya….”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341]

4. Jangan bersentuhan dengan pacar, jangan berpelukan, jangan meraba, jangan mencium, bahkan berjabat tangan juga tidak boleh, apalagi yang lebih dari sekedar jabat tangan

”Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283, lihat Ash Shohihah 1/447/226)

Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” [HR Malik 2/982, Nasa’i 7/149, Tirmidzi 1597, Ibnu Majah 2874, ahmad 6/357, dll]

5. Jangan memandang aurat pacar, masing-masing harus memakai pakaian yang menutupi auratnya

“Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya..” (Al Qur’an Surat An Nur ayat 30)

“…zina kedua matanya adalah memandang….” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)

6. Jangan membicarakan/melakukan hal-hal yang membuat terjerumus kedalam zina

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” (Al Qur’an Surat Al Isra 32)

“Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium.” (H.R. Muslim dan Abu Dawud)

7. Jangan menunda-nunda menikah jika sudah saling merasa cocok

“Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

“Yang paling banyak menjerumuskan manusia ke-dalam neraka adalah mulut dan kemaluan.” (H.R. Turmudzi dan dia berkata hadits ini shahih.)

sebenarnya pelaksanaan sholat tarawih yang 4 rakaat itu adalah dengan duduk tahyat awal dan tahyat akhhir beikut penjelasannya

Anggapan bahwa Nabi saw pernah melaksanakan shalat Tarawih 4 rak`at dengan sekali salam didasarkan pada riwayat :

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ ؟ قَالَتْ : مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً،  يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ :  تَنَامُ عَيْنِي وَلاَ يَنَامُ قَلْبِي ( رواه البخاري )

 

Artinya : Dari Abi Salamah bin Abdurrahman bahwasanya ia bertanya pada Aisyah : Bagaimana (cara) shalat Rasulullah saw dalam bulan Ramadhan  ? Ia (Aisyah) menjawab : Adalah beliau tidak menambah, baik dalam Ramadhan atau lainnya dari 11 rak`at, beliau shalat 4 rak`at – maka jangan engkau tanyakan panjang dan bagusnya – kemudian beliau shalat 4 rak`at – maka jangan engkau tanyakan panjang dan bagusnya – kemudian beliau shalat 3 rak`at. Maka aku (Aisyah) bertanya : Apakah engkau tidur sebelun mengerjakan shalat malam ? Ia bersabda : Kedua mataku tidur tapi hatiku tidak tidur. (HSR Bukhari)

Dari riwayat di atas kita fahami bahwa raka`at shalat malamnya Rasulullah saw tidak lebih dari 11 rak`at. 11 rak`at yang dimaksud dilaksanakan dengan 3 kali shalat, yaitu 4 rak`at, 4 rak`at kemudian 3 rak`at. Cara seperti ini bukan satu-satunya cara shalat malam beliau, karena banyak riwayat menerangkan cara lain seperti misalnya dengan cara 2 rak`at x 5 + 1 rak`at, atau 9 rak`at + 2 dlsb.

Yang kita mas`alahkan sekarang bagaimana pelaksanaan shalat yang 4 rak`at tersebut. Ada pendapat shalat tersebut dilaksanakan :

a.    Dengan satu kali tasyahhud yaitu tanpa tasyahhud awwal langsung ke tasyahhud

akhir.

b.    Dengan memakai dua tasyahhud seperti shalat fardhu.

  • Alasan golongan pertama (a) bahwa shalat sunnah tidak boleh sama dengan shalat fardhu dan hadits Aisyah yang menerangkan Nabi saw shalat malam 4 rak`at kemudian 4 rak`at dan 3 rak`at, tidak menerangkan adanya tasyahhud awal.
  • Alasan golongan kedua (b) bahwa yang menjadi pokok pada ibadat shalat adalah shalat fardhu, seperti misalnya tentang shalat sunnah 2 rak`at Qabliyah Shubuh, karena hadits-hadits tidak menerangkan secara khusus maka otomatis cara pelaksanaannya dikembalikan pada tata cara shalat Shubuh, demikian juga shalat Witir 3 rak`at, mestinya caranya sama dengan shalat Maghrib, tetapi karena ada hadits yang melarang kita menyamakan witir 3 rak`at dengan shalat Maghrib, maka pelaksanaan shalat witir tersebut harus dibedakan dengan shalat Maghrib yaitu dengan tidak pakai tasyahhud awal.

Penjelasan

Alasan golongan pertama (a) tidak dapat diterima :

Pertama karena alasan tersebut tidak didukung dalil,

Kedua, kalau shalat sunnah tidak boleh sama dengan shalat fardhu lalu bagaimana kita melaksanaan shalat sunnah 2 rak`at ?

Adapun tentang hadits Aisyah yang tidak menyebutkan adanya tasyahhud awwal. Ini dapat dimaklumi karena waktu itu Aisyah menerangkan jumlah rak`at tidak menerangkan cara. Kalau dengan itu kemudian disimpulkan tidak adanya tasyahhud awal, maka tasyahud akhirpun mestinya tidak ada karena hadits Aisyah tersebut tidak menerangkan adanya tasyahhud akhir, bahkan hadits Aisyah itupun tidak menerangkan adanya doa Iftitah dan lain sebagainya.

Oleh karena alasan golongan (a) sudah nyata kelemahannya, maka yang terpakai adalah pendapat golongan (b) yaitu kembali pada asal shalat yaitu shalat fardhu, kecuali ada dalil yang menerangkan pelaksanaan khusus seperti shalat Gerhana dan shalat `Ied, termasuk juga shalat Witir 3 rak`at.

Untuk menguatkan pendapat ini ada juga sabda Nabi saw :

وَكَانَ يَقُوْلُ فِيْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ …. (مسلم)

Artinya :

… dan adalah Nabi saw membaca  di setiap dua rak`at attahiyat  (HSR Muslim)

Maksud hadits ini setiap melalui dua rak`at pasti ada duduk attahiyat, kecuali kalau ada hadits yang menerangkan cara shalat tersebut secara khusus, misalnya shalat Witir 5 rak`at, kalau menurut hadits di atas pada shalat tersebut ada 3 kali duduk attahiyat (tasyahhud), pertama di rak`at kedua, kemudian ke empat dan rak`at kelima. Tetapi karena ada hadits yang secara khusus menerangkan cara shalat tersebut, maka pada shalat tersebut hanya ada sekali duduk yaitu di rak`at akhir sebagaimana riwayat :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ فِي آخِرِهَا  ( رواه مسلم )

 

Artinya :

Dari Aisyah ia berkata : Adalah Rasulullah saw shalat malam 13 rak`at , ia shalat witir dari jumlah tersebut (sebanyak) 5 rak`at dan beliau tidak duduk kecuali di akhirnya (HSR Muslim)

Nabi saw tidak duduk itu maksudnya tidak duduk tasyahhud dari 5 rak`at tersebut kecuali pada rak`at terakhir yang kita sebut tasyahhud akhir.

Kesimpulan

  • Shalat sunnah 4 rak`at dengan sekali salam wajib dengan 2 tasyahhud .

 

Tapi pendapat orang selalu berbeda-beda dan kita harus selalu menghargai apapun pendapat orang

 

Menyambut datangnya tahun baru Hijriyah- tepatnya tanggal 1 Muharram 1433, banyak yang beranya kepada saya tentang tuntnan puasa pada hari itu. Demi manfaat yang lebih banyak saya putuskan untuk menulis catatan kecil tentang masalah ini di FB, semoga bermanfaat.

 

Tuntunan khusus tentang puasa pada tangal 1 Muharram tidak ada dari Nabi saw, saudara saudara kita yang menganjurkan puasa pada hari tersebut kebanyakan berpegang pada hadits umum sbb :

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ ( رواه مسلم )

 

Artinya : Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah saw telah bersabda : Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) bulan Allah – Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam (HSR Muslim)

 

Karena puasa sunnah di bulan Muharram dianggap paling utama (afdhal ), maka ke mudian mereka tetapkan bahwa puasa tanggal 1 Muharram itu memang dianjurkan.

 

Pendapat ini tidak dapat diterima karena hadits di atas sama sekali tidak menentukan  tanggal berapa puasa yang afdhal tersebut, jadi untuk menentukan tanggal 1 atau 2 dan 3 dan seterusnya harus ada dalil yang menentukan. Hadits tersebut hanya menerangkan bahwa puasa sunnah yang utama dibanding bulan-bulan yang lain adalah bulan Muharram secara umum, jadi mestinya tidak ditentukan hanya tangal 1 tapi setiap hari selama 30 hari.

 

Yang ada tuntunan khusus hanya ada dua yaitu tanggal 9 Muharram yang dinamakan Tasu`ah dan 10 Muharram yang dinamakan puasa asyura.

 

Kesimpulan :

Tidak ada tuntunan khusus berpuasa sunnah pada tanggal 1 Muharram

 

——-oleh ust lutfie abdullah I

Penamaan dan masyru`iyahnya

Shalat gehana dinamakan shalat Kusuf atau Khusuf, ada yang membedakan kedua istilah tersebut yaitu Kusuf untuk gerhana bulan dan Khusuf untuk gerhana matahari atau sebaliknya, yang sebenarnya kedua istilah itu sama saja, misalnya untuk menyebut gerhana matahari terkadang dipakai kata kusuf dan terkadang Khusuf sebagaimana riwayat di bawah ini :

عن المغيرة بن شعبة قال : انكشفت الشمس على عهد رسول الله ص يوم مات ابراهيم ، فقال الناس :انكشفت الشمس لموت ابراهيم ، فقال رسول الله ص : إنّ الشمس والقمر آياتان من آية الله لا ينكشفان لموت احد ولا لحياته ، فاذا رأيتموهما فادعوا الله وصلّوا حتّى تنكشف[1] {متفق عليه } 

 

Artinya : Dari Mughirah bin Syu`bah, ia berkata : Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi saw bersamaan dengan hari meninggalnya Ibrahim (putra Rasulullah saw), maka orang-orang berkata : Telah terjadi gerhana matahari karena kematian Ibrahim. Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran Allah, keduanya tidak akan terjadi gerhana karena kematian seseorang atau hidupnya, maka jika kalian melihat keduanya (gerhana) berdoalah kepada Allah dan shalatlah hingga matahari terang (nampak)

(Muttafaq`alaih)

Pada riwayat lain disebutkan :

عن ابي بكرة قال : خسفت الشمس على عهد رسول الله ص، فخرج يجرّ رداءه حتّى انتهى الى المسجد وثاب الناس اليه فصلّى بهم ركعتين.{ البخاري / الجمعة 1002} 

Artinya : Dari Abi Bakarah ia berkata : Telah terjadi gerhana pada zaman Rasul saw, beliau keluar (sambil) mengangkat kainnya (rida`) sehingga sampai masjid, orang orang berdatangan kepadanya, lalu shalat mengimami mereka (sebanyak) dua rak`at ( HSR Bukhari)

Pada riwayat pertama digunakan kata “ inkasafa” dan pada riwayat kedua menggunakan kata

“khasafa” – padahal keduanya menerangkan tentang terjadinya gerhana matahari.

Tatacara Pelaksanaannya

Secara umum pelaksanaan Shalat Gerhana sama dengan shalat Shubuh, hanya saja pada shalat ini ada tambahan satu ruku` untuk setiap rak`at, jadi jumlah ruku`nya empat

Aisyah meriwayatkan :

أنّ النبيّ ص جهر في الصلاة الكسوف يقراءته فصلّى اربع ركعات في ركعتين { رواه مسلم } 

Artinya : Bahwasanya Nabi saw menjaharkan bacaan dalam shalat Kusuf, beliau shalat dengan empat ruku` dalam dua rak`at (HSR Muslim)

Riwayat di atas menerangkan bahwa rak`at  shalat Kusuf adalah dua dengan empat kali ruku` , al-Fatihah dan surahnya dibaca dengan jahar (suara terdengar)

Pada riwayat lain Ibnu Abbas menerangkan dengan rinci :

انخسفت الشمس على عهد رسول الله ص فصلّى فقام قياما طويلا نحو من قراءة سورة البقرة ، ثمّ ركع ركوعا طويلا ، ثمّ رفع فقام قياما طويلا – وهو دون القيام الأوّل – ثمّ ركع ركوعا طويلا – وهو دون الركوع الأوّل – ثمّ رفع ، ثمّ سجد ، ثمّ قام قياما طويلا – وهو دون القيام الأوّل – ثمّ ركع ركوعا طويلا – وهو دون الركوع الأوّل – ثمّ رفع فقام قياما طويلا – وهو دون القيام الأوّل – ثمّ ركع ركوعا طويلا – وهو دون الركوع لأوّل – ثمّ رفع رأسه ، ثمّ سجد ثمّ انصرف ، وقد انجلت الشمس  فخطب الناس { رواه البخاري }

Artinya : Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasul saw, lalu beliau shalat; beliau berdiri lama seprti (lamanya) membaca surah al-Baqarah – kemudian ruku` dengan ruku` yang lama, kemudian mengangkat kepalanya  kemudian berdiri lama – tapi tidak selama berdiri yang pertama, kemudian beliau ruku` yang lama – tapi tidak selama ruku yang pertama, kemudian mengangkat kepalanya (i`tidal), kemudian sujud, kemudian berdiri (lagi) yang lama – tapi tidak selama berdiri yang pertama, kemudian ruku` dengan ruku` yang lama – tetapi tidak selama ruku` yang pertama – kemudian mengangkat kepalanya dan berdiri yang lama – tapi tidak selama berdiri yang pertama, kemudian ruku` dengan ruku` yang lama – tapi tidak selama ruku` yang pertama – kemudian mengangkat kepalanya, kemudian sujud kemudian memberi salam, (ketika itu) matahari sudah nampak, lalu beliau berkhutbah di hadapan orang orang (HSR Bukhari)

Pada riwayat di atas jelas bahwa pada setiap rak`at ada dua kali ruku` dan bacaan, berdiri dan ruku`nya selalu lebih lama yang terdahulu. Setelah selesai shalat baru beliau berkhutbah.

Yang perlu dicermati bahwa dalam setiap rak`at beliau hanya membaca satu kali al-Fatihah, artinya setelah bangkit dari ruku` beliau berdiri dan langsung membaca surah sebagaimana diterangkan pada riwayat :

خسفت الشمس ، فقام النبيّ ص فقرأ سورة طويلة ، ثمّ ركع فاطال ثمّ رفع رأسه ثمّ استفتح بسورة اخرى { رواه البخاري }

Artinya : Telah terjadi gerhana, maka Nabi saw berdiri (shalat) , beliau membaca surah yang panjang, kemudian beliau ruku` dan memanjangkan (ruku`nya) kemudian mengangkat kepalanya , kemudian beliau memulai bacaannya dengan surah yang lain (HSR Bukhari)

Kata kata “ kemudian beliau memulai bacaannya dengan surah yang lain” memberi arti tidak ada bacaan al-Fatihah setelah bangkit dari ruku` yang pertama.

Panggilan untuk shalat

Sebagai ganti adzan dan qamat untuk mengajak orang shalat dipakai lafazh khusus sebagaimana riwayat :

عن عائشة قالت : خسفت الشمس على عهد رسول الله ص فبعث رسول الله ص مناديا فنادى (الصلاة جامعة) وخرج الى المسجد فصفّ الناس ورائه … { رواه مسلم }

Artinya : Dari Aisyah ia berkata : Telah terjadi gerhana pada zaman Rasul saw, lalu Rasulullah saw mengutus seorang penyeru, maka ia menyeru dengan ucapan “ ashalatu jaami`ah”,  beliau keluar ke masjid dan orang-orang bershaf di belakangnya …. (HSR Muslim)

Tempat Pelaksanaannya

Meskipun tidak terdapat perintah yang tegas dari Nabi saw tentang tempat pelaksanaannya tapi riwayat riwayat yang ada menunjukkan bahwa shalat tersebut dilaksanakan di masjid seperti yang disebutkan pada riwayat :

عن عائشة قالت : خسفت الشمس في حيات النّبيّ ص ، فخرج   رسول الله ص الى المسجد ، فقام فكبّر وصفّ الناس ورائه …  { رواه البخاري ومسلم }

 

Artinya : Dari Aisyah ia berkata : Telah terjadi gerhana di masa hidupnya Nabi saw, lalu Rasulullah saw keluar ke masjid, lalu beliau bertakbir dan orang orang bershaf di belakangnya (HSR Bukhari & Muslim )

عن عائشة قالت : خسفت الشمس على عهد رسول الله ص فبعث رسول الله ص مناديا فنادى (الصلاة جامعة) وخرج الى المسجد فصفّ الناس ورائه … { رواه مسلم }

Artinya : Dari Aisyah ia berkata : Telah terjadi gerhana pada zaman Rasul saw, lalu Rasulullah saw mengutus seorang penyeru, maka ia menyeru dengan ucapan “ ashalatu jaami`ah”,  beliau keluar ke masjid dan orang-orang bershaf di belakangnya …. (HSR Muslim)

عن ابي بكرة قال : خسفت الشمس على عهد رسول الله ص، فخرج يجرّ رداءه حتّى انتهى الى المسجد وثاب الناس اليه فصلّى بهم ركعتين.{ البخاري / الجمعة 1002} 

Artinya : Dari Abi Bakarah ia berkata : Telah terjadi gerhana pada zaman Rasul saw, beliau keluar (sambil) mengangkat kainnya (rida`) sehingga sampai masjid, orang orang berdatangan kepadanya, lalu shalat mengimami mereka (sebanyak) dua rak`at ( HSR Bukhari)

Anjuran Ketika Gerhana

Di samping shalat, ketika terjadi gerhana kita dianjurkan berdoa, istighfar dan bertakbir dan bersedekah :

قال ص : إنّ الشمس والقمر آياتان من آيات الله لا يخسفان لموت احد ولا لحياته ، واذا رأيتم ذلك فادعوا الله وكبّروا وتصدّقوا وصلّوا { رواه البخاري ومسلم }

Artinya : Nabi saw bersabda : Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran Allah, keduanya tidak akan gerhana karena kematian seseorang atau hidupnya (lahir), dan apabila kalian melihat seperti itu (terjadi gerhana), maka berdoalah kepada Allah, dan bertakbirlah dan bersedekahlah dan shalatlah (HSR Bukhari & Muslim)

Kesimpulan

1. Ketika terjadi gerhana bulan atau matahari kita dianjurkan shalat

2. Shalat gerhana (Kusuf atau Khusuf) terdiri dua rak`at dengan tambahan masing masing  satu

kali ruku` pada setiap rak`at

3. Dalam shalat ini hanya ada dua kali bacaan al-Fatihah yaitu ketika setelah takbiratul ihram

dan ketika memulai bacaan pada rak`at kedua. Setiap bangkit dari ruku` yang pertama

langsung membaca surah.

4.Shalat ini dilaksanakan di masjid dengan berjama`ah

5. Setelah shalat diadakan khutbah

6. Selain shalat ketika terjadi gerhana kita dianjurkan berdoa, bertakbir dan bersedekah.

———-

Karena banyaknya sms yang masuk menanyakan hal di atas, maka saya merasa perlu menampilkan beberapa hadits yang biasa dijadikan alasan untuk menyatakan adanya keutamaan puasa di bulan Rajab.

( 1 ) مَنْ صَامَ ثَلاَثَةَ اَيَّأمٍ مِنْ رَجَبٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ صِيَامَ شَهْرٍ ، مَنْ صَامَ سَبْعَةَ اَيَّأمٍ مِنْ رَجَبٍ اَغْلَقَ اللهُ عَنْهُ سَبْعَةَ اَبْوَابٍ مِنَ النَّارِ ، مَنْ صَامَ ثَمَانِيَةَ اَيَّأمٍ مِنْ رَجَبٍ فَتَحَ اللهُ لَهُ ثَمَانِيَةَ اَبْوَابِ الجَنَّةِ ، وَمَنْ صَامَ

نِصْفَ رَجَبٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ رِضْوَانَهُ ، وَمَنْ كَتَبَ لَهُ رِضْوَانَهُ لَمْ يُعَذِّبْهُ ، وَمَنْ صَامَ رَجَبَ كُلَّهُ حَاسَبَهُ

حِسَابًَا يَسِيْرًا

Artinya :  Barangsiapa berpuasa tiga hari di bulan Rajab, maka Allah mencatatnya sebagaimana

puasa sebulan ; barangsiapa berpuasa tujuh hari di bulan Rajab niscaya Allah menutup tujuh pintu dari neraka ; barangsiapa berpuasa delapan hari di bulan Rajab niscaya Allah bukakan baginya delapan pintu sorga ; barangsiapa berpuasa setengah bulan Rajab niscaya Allah berikan kepadanya keridhaan-Nya, maka barangsiapa Allah berikan kepadanya keridhaan-Nya niscaya ia tidak akan disiksa ; barangsiapa puasa sebulan penuh di bulan Rajab niscaya Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah

( 2 )  وَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ فِيْ الرَّكْعَةِ الأُوْلَى مِائَةَ مَرَّةٍ آيَةَ الكُرْسِيِّ وَفِيْ الثَّانِيَةِ مِائَةَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الجَنَّةِ

 

Artinya : Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab dan mengerjakan shalat dua rak`at – yang pada rak`at pertama membaca ayat Kursi sebanyak seratus kali dan pada rak`at kedua membaca Qul Huwallah sebanyak seratus kali, maka dia tidak akan mati sebelem melihat tempat duduknya di sorga.

( 3 ) اِنَّ فِيْ الجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ رَجَبٌ اَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّّبَنِ وَاَحْلَى مَنَ العَسَلِ ، مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ

Artinya : Sesungguhnya di sorga terdapat sungai yang dinamakan Rajab , warnanya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu, barangsiapa berpuasa sehari dari bulan Rajab, niscaya Allah akan memberikan kepadanya minuman dari sungai tersebut.

( 4 )  رَجَبٌ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، يُضَاعِفُ اللَّهُ فِيهِ الْحَسَنَاتِ ، فَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ سَنَةً ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ سَبْعَةُ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ شَيْئًا إِلا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا مَضَى فَاسْتَئْنِفِ الْعَمَلَ ، وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

 

Artinya : Rajab adalah bulan yang mulia, Allah akan melipat gandakan kebaikan pada bulan tersebut ; barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab seakan akan ia telah berpuasa setahun ; barangsiapa berpuasa tujuh hari, akan ditutup baginya tujuh pintu neraka ; barangsiapa berpuasa  delapan hari niscaya dibukakan baginya delapan pintu sorga ; barangsiapa berpuasa sepuluh hari niscaya Allah akan mengabulkan semua yang diminta ; barangsiapa berpuasa lima belas hari. maka penyeru di langit akan berkata : Telah diampunkan dosa dosa kamu yang lalu dan mulailah dengan amalan yang baru ; barangsiapa menambah maka akan menambah (juga) pahala baginya.

معرفة الصحابة لأبي نعيم الأصبهاني – (ج 13 / ص 296)

( 5 ) إِنَّ رَجَبَ شَهْرٌ عَظِيْمٌ ، يُضَاعَفُ فِيْهِ الحَسَنَات ، مَنْ صَامَ فِيْهِ يَوْمًا كَانَ كَسَنَةٍ »

Artinya :  Sesungguhnya Rajab adalah bulan yang mulia , akan dilipat gandakan kebaikan padanya, barangsiapa berpuasa sehari padanya seakan akan ia telah berpuasa setahun.

Penjelasan

– Hadits pertama terdapat dalam kitab La`aali al-Mashnu`ah fil Ahaditsil Maudhu`ah 2:115 ;

pada sanadnya terdapat rawi Abaan yang oleh ulama` hadits digolongkan sebagai rawi yang matruk (ditinggalkan), juga terdapat rawi Amar bin al-Azhar, rawi ini suka memalsukan hadits.

– Hadits kedua juga maudhu` (palsu) terdapat dalam kitab al-Lu`lu`ul Maudhu`ah halaman 82 – 83 .

– Hadits ketiga terdapat dalam kitab al-Ahqab dan Syu`abul Iman. Dalam kitab Silsilah Ahaditsi Dha`ifah  hadits no 1898 dan Jami`us Shaghir II:167 0 hadits 1900, imam Nashiruddin Albaani  mengatakan bahwa hadits ini maudhu`

– Hadits keempat diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu`jamul Kabiir 6:69. Pada sanad hadits ini terdapat rawi Utsman bin Mathar asy-Syaibani Abu al-Fadhl, rawi ini dilemahkan ulama` hadits termasuk Bukhari. (Lihat Dhu`afaul Kabiir 3:216 ; al-Jarhu wat Ta`dil 6:169 ; al-Majruhin 2:99; Tarikh Baghdadi  11:277 ; Taqribut Tahdzib 1:386 ; Tahdzibut Tahdzib 7:140 dan al-Kamil fi Dhu`afa` 5:163 )

– Hadits kelima riwayat Abu Nu`aim dalam Ma`rifatus Shahabat 13:296. Kelemahan hadits ini sama dengan hadits no 4 yaitu rawi Utsman bin Mathar as-Syaibani Abu al-Fadhl.

Oleh karena semua hadits yang dijadikan dasar adanya keutamaan puasa di bulan Rajab tidak lepas dari kelemahan, maka hadits-hadits tersebut tidak dapat dipakai sebagai hujjah untuk menyatakan adanya keutamaan tersebut.

Kesimpulan

Tidak ada keutamaan puasa sunnah di bulan Rajab